Indonesia kembali berduka. Sabtu, 22 Desember 2018, musibah tsunami melanda kawasan Selat Sunda. Musibah ini tak hanya menghadirkan duka mendalam bagi mereka yang terkena musibah, tetapi kami —keluarga Propan Family yang terdiri dari jajaran direksi, para petinggi manajemen, dan karyawan Propan Raya— ikut merasakan duka tersebut.

Besarnya duka yang dirasa terlihat dari besarnya semangat kepedulian yang muncul di jajaran direksi, para petinggi manajemen, dan karyawan Propan Raya. Melalui program Propan Care, perusahaan cat asli Indonesia yang didirikan oleh Dr. Hendra Adidarma ini pun kembali melakukan aksi pengumpulan dana. Ajakan ayo bantu saudara-soudara kita di Selat Sunda menggema dari mulai kantor pusat hingga seluruh kantor cabang Propan Raya se-Indonesia.

Besarnya semangat dan kepedulian ini membuat manajemen langsung menunjuk kepanitiaan secara cepat. CEO PT Propan Raya Kris Rianto Adidarma menunjuk tim Propan Raya cabang DKJ dan Serang untuk mendukung program Propan Care bagi Selat Sunda. Dibawah komando Julius Kurata yang menjabat National Retail Management Division Deputy Head, panitia donasi untuk Selat Sunda sudah terbentuk dengan cepat.

Kondisi Pandeglang setelah bencana Tsunami melanda kawasan ini.

Jumat, 28 Desember 2018, tim kecil yang terdiri dari M Irfan Hidayatullah (kantor pusat), Amir Biki dan Oktomy Suryansyah (kantor cabang DKJ), serta Ferdinand Tinkue, Wahyu Dwi Utomo, dan Arki pramuji (kantor cabang Serang), melakukan perjalanan survei ke lokasi. Hujan deras menemani awal perjalanan survei kami. Beruntung, hujan hanya sampai Kota Serang saja. Setelahnya, cuaca cukup bersahabat selama perjalanan.

Untuk bantuan Selat Sunda ini, kami memutuskan untuk survei ke daerah Pandeglang dan Tanjung Lesung. Kami mengambil rute Tangerang – Serang – Ciomas – Pandeglang ke tempat lokasi. Secara kasat mata, daerah yang kami lalui ini cukup sepi dan kondisinya naik turun. Kami memilih jalur ini karena dianggap jauh lebih aman.

Kami tidak berani mengambil rute Jalan sepanjang Anyer – Pandeglang – Tanjung Lesung, karena jarak jalan dengan bibir pantai terlalu dekat, di bawah 1km. Apalagi, BMKG masih memberikan status siaga untuk kawasan Selat Sunda hingga 5 Januari 2019, dimana isinya menyatakan bahwa masyarakat dilarang mendekat area pantai dan wajib berada di jarak minimal 2 KM. Jujur, kami pun khawatir.

Puing-puing material rumah yang berada di sekitaran pinggir pantai seolah terlihat seperti tumpukan sampah yang menggunung.

Setelah menempuh waktu sekitar 4 jam, tepatnya pukul 17.00 WIB, kami pun sampai lokasi. Di sana, kami bertemu dengan tim Sanggar Anak Kita, yakni sebuah komunitas peduli anak yang memfokuskan diri pada masalah Trauma Healing bagi anak-anak korban bencana alam. Sanggar ini dibentuk pada tahun 2006 oleh Pak Jafar, yang kantor pusatnya di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sanggar Anak Kita telah melaksanakan kegiatan Trauma Healing saat musibah terjadi di Aceh, Lombok, Pekanbaru, Tasikmalaya, dan Selat Sunda. Pengalaman mereka inilah yang membuat PT Propan Raya mau berkolaborasi dengan Sanggar Anak Kita. Apalagi, kami mendapatkan informasi bahwa dunia anak-anak dan pendidikan belum tersentuh oleh para donatur. Kebanyakan, donasi yang datang dalam bentuk sembako dan pakaian.

Bekejaran dengan waktu dan cuaca yang sudah gelap, tanpa basa-basi, kami langsung melakukan rapat koordinasi dengan tim Sanggar Anak Kita. Diskusi itu seputar apa saja yang dibutuhkan, bagaimana acaranya, apa saja yang akan diberikan, siapa penerimanya, dll. Setelah selesai dengan semua koordinasi, kami memastikan untuk berkeliling sekitaran Pandeglang agar mengetahui kondisi masyarakat dan bencana yang terjadi.

Kondisi Kampung Cikujang di Desa Tanjung Jaya, Tanjung Lesung, ini paling parah. Hampir semua rumah di pinggir pantai rata tanah.

Besarnya antusiasme dan semangat dari tim kecil ini, akhirnya membawa kami untuk sekalian survei di malam itu. Padahal, survei rencananya akan dilakukan keesokan harinya. “Nanggung, kita muter-muter saja satu dua lokasi. Lumayan, jadi besok bisa pulang lebih cepat,” ucap Amir Biki. Di tengah malam buta, kami yang dibantu Pak Jafar akhirnya survei ke beberapa tempat pengungsian. Bahkan, saat Pak Jafar bilang ada pengungsian di bukit, tim survei tanpa ragu terjun datang ke lapangan.

Ada keraguan di pikiran Pak Jafar hingga harus memastikan kami beberapa kali. “Kalian serius? Medannya berat lho,” ucapnya. Pertanyaan itu dijawab dengan semangat dan konsisten. “Siap pak,” ucap tim. Dan tahukah Anda, ternyata medan menuju lokasi pengungsian ini memang cukup berat. Kami harus melalui area kuburan, melewati jalanan pematang sawah yang kondisi tanahnya super lembek, serta naik ke bukit dengan kondisi jalan basah dan super licin, sebelum sampai ke tempat pengungsian.

Dua sepatu dan 1 sendal menjadi korban dalam perjalanan ini: putus, patah, dan rusak. Celana bagian bawah kami terendam lumpur. Dengan semua yang terjadi, bukannya stres atau pusing, kami malah tertawa dengan kegilaan kami malam itu di sepanjang perjalanan. Bahkan, rekaman video menjadi saksi perjalanan malam kami. Apa yang membuat kami terus semangat? Karena kami tahu bahwa harus membawa energi positif bagi mereka.

Selama ditugasi di sana, tim survei sempat mendatangi beberapa posko yang berada di Kampung Pangulon, Kampung Pelabuhan, Kampung Sentul, Kampung Lebak, pengungsian di atas bukit, dan Kampung Sambolot. Kesepakatan awal antara PT Propan Raya dan Sanggar Anak Kita akhirnya diputuskan untuk memberikan donasi pada Kamis, 3 Januari 2019. Terjadikah donasi ini pada tanggal tersebut? Nantikan kelanjutan ceritanya!